Izra Jinga Saeani |
Fidusia menurut
asal katanya berasal dari kata "Fides", yang berarti kepercayaan,
Sesuai dengan arti kata ini maka hubungan (hukum) antara debitor (pemberi
kuasa) dan kreditor (penerima kuasa) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan
kepercayaan.Pranata jaminan fidusia sudah dikenal dan diberlakukan dalam
masyarakat hukum Romawi. Ada dua bentuk jaminan fidusia yaitu fidusia cum
creditore dan fidusia cum amico. Keduanya timbul dari perjanjian
yang disebut pactum fidusiae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak
atau in iure cessio.[1]
Dalam bentuk
yang pertama atau lengkapnya fidusia cum creditare contracta yang berarti
janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditor, dikatakan bahwa debitor akan
mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditor sebagai jaminan atas
utangnya dengan kesepakatan bahwa kreditor akan mengalihkan kembali kepemilikan
tersebut kepada debitor apabila utangnya sudah dibayar lunas.
Fidusia
merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Undang-undang
yang khusus mengatur tentang hal ini, yaitu UUJF juga menggunakan istilah
"fidusia".Dengan demikian, istilah"fidusia" sudah merupakan
istilah resmi dalam dunia hukum kita. Akan tetapi, kadang-kadang dalam bahasa
Indonesia untuk fidusia ini disebut juga dengan istilah "Penyerahan Hak
Milik Secara Kepercayaan".
Dalam literatur
Belanda jaminan fidusia ini dikenal juga dalam istilah-istilah sebagai berikut:
(1)
Zekerheids-eigendom (Hak Milik
sebagai Jaminan).
(2)
Bezitloos Zekerheidsrecht (jaminan tanpa
Menguasai).
(3)
Ver ruimd Pand Begrip (Gadai yang
Diperluas).
(4)
Eigendom Overdracht tot Zekerheid (Penyerahan Hak
Milik – secara jaminan).
(5)
Bezitloos Pand (Gadai tanpa Penguasaan).
(6)
Een Verkapt Pand Recht (Gadai
Berselubung).
(7)
Uitbaouw dari Pand (Gadai yang
Diperluas).
Meskipun
secara praktek fidusia bukan barang baru di Indonesia, tetapi ketentuan
perundang-undangannya baru ada pada tahun 1999 dengan nya UUJF pada tanggal 30
September 1999 dan pada hari itu juga diundangkan dalam Lembaran negara nomor
168. UUJF tidak muncul begitu saja, tetapi merupakan reaksi atas kebutuhan dan
pelaksanaan praktek fidusia yang selama ini berjalan, maka kiranya akan lebih
mudah bagi kita untuk mengerti ketentuan-ketentuan UUJF, kalau kita memahami
praktek dan permasalahan praktek yang selama ini ada.
Reaksi yang
dimaksud salah satunya adalah lesunya perekonomian saat itu, dimana kebutuhan
akan modal yang tinggi tidak dimbangi oleh penyediaan modal yang cukup,
sehingga dalam rangka efisiensi modal maka pinjaman dilakukan hanya sebatas pada
pembelian alat-alat produksi yang belum ada, sedangkan terhadap alat-alat
produksi yang sudah ada tidak lagi perlu untuk diperbaharui tetapi tetap
digunakan sekaligus dijadikan bagian dari jaminan atas pinjaman utang untuk
usaha, konsep tersebut merupakan reaksi atas inefisiensi dari perjanjian
jaminan gadai yang selama ini dikenal dalam praktek, dimana benda jaminan harus
berada dalam penguasaan perierima gadai, kondisi demikian menghambat bagi dunia
usaha, maka dibentuklah perjanjian jaminan fidusia.
Pasal 1
Undang-undang fidusia memberikan batasan dan pengertian berikut:
"Fidusia
adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan
ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan
pemilik benda. jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima Fidusia terhadap kreditor
lainnya"
Menurut penulis
pengertian fidusia adalah hak milik sebagai jaminan juga benar karena memang
yang dapat dibebankan dengan jaminan fidusia harus benar merupakan milik
pemberi fidusia dan bukan milik orang lain atau pihak lain (pihak ketiga),
pengertian hak jaminan tanpa penguasaan juga memiliki dasar pemikiran karena.
dalam fidusia memang benda dibebankan sebagai jaminan tanpa adanya penguasaan.
atas benda jaminan tersebut oleh penerima fidusia, sedangkan terhadap pandangan
gadai yang diperluas jika berpatokan pada pelaksanaan gadai yang lebih dikenal
saat itu maka wajar praktek fidusia dianggap sebagai begian dari praktek gadai
dalam tata cara yang lain, namun menurut penulis hal demikian belumlah tepat,
sedangkan dalam pandangan A. Veenhoven disebutkan sebagai penyerahan hak milik
sebagai jaminan didasarkan pada kenyataan bahwa memang dalam perjanjian fidusia
hak milik dibebankan sebagai jaminan, walau banyaknya pendapat-pendapat
mengenai fidusia, namun pendapat-pendapat tersebut tidak jauh dari pengertian fidusia
yang kita kenal dalam praktek.
Fidusia dalam
bahasa Indonesia disebut juga dengan istilah "penyerahan hak milik secara
kepercayaan". Dalam terminology Belandanya sering disebut dengan istilah
tengkapnya berupa Fidusiare Eigendonts Overdracht (FEO), sedangkan dalam
bahasa Inggrisnya secara lengkap sering disebut dengan istilah Fidusiary
Transfer of Ownership. Digunakannya pengertian penyerahan hak milik secara
kepercayaan lebih didasarkan pada konsepsi praktek yang coba rangkum dalam UUJF
sebagai hal-hal dasar yang akan ingin di atur dalam UUJF, dari rumusan hak
milik dasar yang dimaksud adalah benda jaminan harus merupakan hak milik dari
pemberi fidusia, sedangkan penyerahan secara kepercayaan adalah penekanan
praktek untuk memberikan landas hukum yang selama ini dikenal dalam fidusia.
yaitu pembebanan jaminan atas benda tanpa. adanya penguasaan penerima fidusia
terhadap fisik benda tersebut.
Sedangkan
pengertian jaminan fidusia itu sendiri adalah hak jaminan atas benda baik yang
berwujud maupun yang tidak bewujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
yang tidak dapat dibebani hak tanggungan bagaimana yang dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam
penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor
lainnya. Dengan adanya UUJF maka penerima fidusia diberikan hak sebagai
kreditur preferen atas piutangnya, kedudukan tersebut sama dengan
kedudukan yang diberikan terhadap pemegang kreditur Hak Tanggungan berdasarkan
tingkatan-tingkatannya.
[1] Tan Kamello, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan yang Didambakan,
(Bandung : Alumni, 2007), hlm. 6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar